Kopi yang sudah dingin
tidak akan bisa kembali panas jika tidak dipanaskan. Itulah gambaran rasa
kasihku padamu. Seperti hatiku yang tidak akan pernah panas jikalau kau tidak
memanaskannya
Perbedaan apakah yang
kau rasakan saat meneguk kopi yang selagi hangat dan yang sudah terlanjur
dingin? Bisakah kau membedakannya? Bisakah kau menggambarkannya? Bisakah kau
ungkapkan dengan kata-katamu?
Tentu saja kau lebih
suka meneguknya selagi hangat, bukan?
Apa kau tahu maksud
dari semua itu?
Ya, itu hatiku, hatiku
yang selalu akan menjadi panas dan tak akan pernah dingin jikalau kau yang
memilikinya. Tapi, ada perbedaan antara kopi dan hatiku, mau tahukah kau apa
berbedaan itu?
Biarkan waktu yang
menjawab….
-Kristara-
Lelaki itu tertawa garing saat membaca kembali kertas yang
sudah kecoklatan di genggaman tangannya. Kertas yang mengingatkannya di masa
sepuluh tahun silam. Masa di mana ia bersama dengan seorang kekasih yang dulu sangat dipuja dan dicintainya itu.
“Kristara?” ia bergumam tak jelas, lalu ia tertawa kekeh. Kau adalah kopi terpahit tiada manis yang
pernah kuteguk. Batinnya.
Nama yang begitu indah dengan wajah yang sungguh memesona
pernah menjadi magnet terkuat di dalam hatinya. Tapi, apakah saat ini seperti
itu? Jawabannya dengan sangat lantang dan tegas di dalam hatinya ialah,
“Tidak!” ya, tidak sama sekali. Nama indahnya tak menggambarkan keindahan diri
wanita itu dan tak akan menjadi magnet terkuat di dalam hatinya lagi.
Ia meremas dengan gemas kertas yang sedari tadi digenggamnya
itu. Meremas setiap kenangan yang ada di otaknya. Lalu melemparnya sejauh
mungkin, menghilangkan setiap jejak yang ada.
Dan, ia pun sadar, perjalanan cintanya belum berakhir.