Tampilkan postingan dengan label teen romance. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label teen romance. Tampilkan semua postingan

FTV Sekilas

Gue enggak tau harus mulai cerita dari mana, karena kejadian itu bener-bener bikin gue cengar-cengir sendiri.

Well, pukul 05.15 gue udah bangun dari tidur yang cukup panjang. Iya, cukup panjang, karena hal ini jarang terjadi, jadi gue bangga banget bisa tidur di bawah pukul 12 malem! Wih. Back to the topic, sebelum gue beranjak dari tempat tidur, gue ngumpulin nyawa dulu kurang lebih tiga menit buat buka laptop (kebiasaan sih ya bangun dari tidur yang dicek pertama kali itu HP dan laptop). Wah, ternyata di Skype banyak chat yang masuk dan beberapa panggilan masuk yang tak terjawab juga. Sempet sih gue senyum-senyum sendiri ada chat masuk dari seseorang, cuman gue langsung sadar diri aja. Iya, sadar diri.

Setelah nyawa gue udah terkumpul kembali dan mempunyai kekuatan untuk beranjak dari kasur, gue pun berjalan menuju kamar mandi untuk buang air kecil dan tidak lupa juga untuk mengambil air wudhu untuk melaksanakan shalat subuh. Selesai shalat subuh, gue sama temen gue... Oh, ya, gue lupa ngasih tau kalau ada temen gue yang nginep di rumah gue buat ikut gowes bareng ke Senayan.

Selesai siap-siapnya, gue pun segera berangkat dengan beberapa orang, adek gue yang cowok yang namanya Titus, sepupu gue, Mas Iyut, temen gue, Darma, dan beberapa orang lagi.

Pertama gue ke Bunderan HI dulu, ngaso-ngaso sebentar di tempat biasa ngaso, depan Plaza Indonesia, sebelum melanjutkan lagi perjalanan menuju Gelora Bung Karno, Senyan, gue udah janjian sama dua temen gue yang lainnya untuk janjian ketemuan di HI. Gue BBM deh temen gue yang namanya Nopi yang biasa dipanggil Imut atau Marmut (enggak tau dan enggak ngerti juga gue kenapa namanya bisa diganti jadi begitu) anak yang baru aja diwisuda sama Universitas Negeri Jakarta, dengan gelaar D-3 Elektronika.

Gue segera BBM Imut, Jadi sepedaan lu?

Tiga menit kemudian sebuah balasan masuk, Udh d tugu tani

Gue balas dengan cepat kilat, Gue di HI nih, depan PI

Semenit... belum dibales.

Lima menit... belum dibales


Read more...

Selamat Tinggal

Kamu harus tahu, sepertinya aku sudah begitu lelah menunggumu yang tak kunjung datang. Hatimu terlalu keras dan egois, kamu tidak pernah mau melihat apa yang sudah ada di depan matamu, kamu selalu saja melihat ke belakang yang jelas-jelas tidak akan pernah lagi ada di depan.

Sempat berpikir aku ingin mencapai garis finish bersamamu, tapi entah mengapa semua pikiran itu seketika sekarang menjadi berubah dan hilang. Aku tidak ingin sendiri. Aku tidak ingin menunggu lagi. Aku hanya ingin yang pasti.

Dan, kini aku sudah mulai mencintai dan menyayangi seseorang yang hatinya sudah ada di depan mataku, untuk apa aku menyia-nyiakannya? Mata dan hatiku masih belum buta untuk soal cinta. Aku tahu, kalau ini memang sedikit terdengar agak gila. Tapi, apa salahnya jika aku mencoba?

Aku berterima kasih padamu, karena mencintaimu, aku pun bisa mengerti tentang cinta yang tidak bisa hanya terpaku. Aku pun harus membuka lembaran baru, meski sedikut pilu, tapi demi ketenanganku, aku tidak ingin lagi menunggu.

Terima kasih.

Selamat tinggal.
Read more...

Dan Kau Harus Memilih.


Menunggu dan terus menunggu memang ternyata menyakitkan. Semua terjadi di luar dugaan. Dan, belum pernah kurasakan sebelumnya. Hingga akhirnya kumengerti arti semua yang ada.

Kuakui, mungkin aku terlalu buta, buta akan cinta, cinta yang tak seharusnya kurasakan, perasaan yang harus berujung dengan kesakitan. Tapi, bukankah cinta butuh pengorbanan? Bukankah cinta butuh kepastian? Bukankah semua yang ada perlu dibuktikan?

Lupakan.

Aku terlalu lemah. Segala sesuatu terlihat memerah. Segala sesuatunya terlihat begitu ambigu. Mungkin karena aku terlalu lugu? Atau mungkin karena aku terlalu dungu? Bias saja karena aku terlalu malu.

Mungkin.

Well… aku terlalu bodoh karena aku tak pernah bisa dan tak pernah mau untuk mengungkapkan perasaanku yang sebenarnya padanya. Bagaimana mungkin bisa aku mengungkapkannya kalau Dia masih saja selalu memikirkan seseorang yang sudah lama, bahkan hampir dua tahun lamanya sudah tidak pernah menjalin hubungan lagi? Aku tidak ingin hal yang sudah susah payah kupertahankan―maksudku, aku tidak akan pernah mengatakan perasaanku yang sebenarnya padanya karena hal itu akan membuatku semakin jauh darinya―harus berakhir dengan hubungan yang tidak kuinginkan. Dan, sungguh aku tidak menginginkan hal itu sampai terjadi.

Aku memang gila, bagaimana tidak? Sudah tak dapat lagi aku menghintung waktu lamanya aku menunggu Dia. Dia yang saat ini hanya mengisi relung hatiku, memegang kunci pintu hati yang ingin sekali rasanya kurampas dan kukeluarkan dirinya dari dalam ruang itu dan menggantikannya dengan orang lain, yang mana yang pasti lebih pasti.

Waktu berlalu…

Kucoba untuk melawan perasaanku sendiri. Kudobrak pintu itu dengan sekuat tenaga yang terkumpul. Pintu pun akhirnya terbuka dengan sedikit kerusakan di kenopya. Dengan cepat kuraih kunci pintu yang masih di genggaman Dia dengan paksa. Kutarik lengannya keluar secara perlahan, dan berkata padanya, “Maaf, kurasa kau sudah terlalu lama mengurung dirimu di sini, dan kuharap kau segera pergi, karena aku sudah terlalu lelah menunggumu yang tak kunjung memberikan tanda dan kepastian.” Sempat kudengar Dia menjawab, “Bagaimana mungkin aku memberi kepastian kalau kau sendiri tidak pernah mencoba untuk mengatakannya padaku?” Seketika aku kembali menciut. Lengannya di genggamanku terlepas perlahan dan aku berpikir kembali.

Yeah, mungkin aku tidak pernah mengatakan yang sebenarnya kepada dirinya, tapi satu hal yang telah kuketahui, bahwa cinta tidaklah memerlukan lidah untuk berkata-kata, melainkan mata yang berbicara.

Dan, akhirnya tetap kupaksa Dia keluar dari dalam ruang yang terlihat begitu indah dan rasanya sudah lama sekali tak kulihat pemandangan indah itu. Lalu, beberapa saat setelah Dia pergi, seseorang berkata di belakangku, “Bolehkah aku yang menggantikan dirinya?” aku pun menoleh. Aku beku. Tak dapat berkata. Lalu orang itu berkata lagi, “Biarkan aku masuk dan mengunci pintu hatimu, tapi tenanglah, aku tidak aka pernah mengambil kunci itu dari tanganmu, karena kutahu, kau yang berhak menentukan atas segala pilihanmu.” Dan, seketika kedua sudut bibirku terangkat. Aku pun membiarkannya masuk ke dalam ruang indah itu.

Walaupun memang jejak Dia yang sudah pergi masih membekas di dalam ruangan, aku akan tetap berusaha untuk meyakini perasaanku, bahwa jejaknya akan hilang.

Hidup adalah sebuah pilihan.

Dan kau harus memilih.
Read more...

Andaikan

Ini sungguh sulit. Aku tahu tidak seharusnya aku merasakan hal ini. Aku tahu waktu memang tidak akan pernah berputar kembali. Tapi, apa daya nasi yang sudah menjadi bubur? Dapatkah bubur kembali dibuat menjadi nasi? Tentu saja tidak. Begitu tentang kisah ini.

Entahlah sudah berapa lama dan untuk berapa lama lagi aku harus terus berpura senyum, tertawa, dan merasa semua baik-baik saja di hadapannya. Dia sudah ada yang memilki dan itu bukan diriku, tentu saja. Betapa bodohnya aku ini! Rutukku dalam hati.

“Papa kamu tukang kunci ya?”

“Iya, kok kamu tau? Karena aku sudah mengunci hatimu ya, Sayang?” Nara menggelayut manja di tangan Denis.

“Bukan, soalnya aku mau buat kunci duplikat mobilku, biasa buat jaga-jaga kalau hilang nanti,” balasnya sembari menyeringai kecil.

Dan aku, di sini, di hadapannya, hanya bisa menarik tipis kedua sudut bibirku melihat kemesraan dua insan muda yang begitu terlihat sangat… serasi. Yeah, kuakui itu. Dan melihat hal itu selalu saja kata andaikan melintas di pikiranku. Entahlah sudah berapa kali kusebut andaikan dalam hidupku, tak terhingga. Andaikan aku yang ada di samping kamu, Den. Batinku bodoh. Sangat bodoh. Karena aku tahu itu tidak mungkin dan tidak akan pernah mungkin terjadi.


Read more...

Misunderstood

Dua minggu lamanya sudah tak ada pesan masuk yang special dari si doi, dan hal itu benar-benar membuat Ayu jadi uring-uringan sendiri. Tidak seperti biasanya ia bersikap sepertti itu.

Begitu juga sebaliknya dengan cowok satu ini yang penggila Valentino Rossi, Tora. Tidak biasanya ia jadi sering melamun dan galau hanya karena ingin mengirim pesan ke mantan kekasihnya itu. Selama dua minggu lamanya ini juga, dia tak bisa makan, tak bisa minum, tidur pun tidak.

Ayu:
Well, gue nggak tahan kalo lama-lama ngerasa kayak gini ke Tora. Gue kangen, aaah! Sumpah nggak bohong, gue bener-bener kangen sama dia!
 
Tora:
Sms... nggak? Sms... nggak? Sms... nggak? Sms... ng...??? What the fuck banget deh sama otak gue sekarang! Kenapa gitu tinggal sms dia aja susah banget? Tinggal tanya aja, 'lagi apa yu?' atau 'apa kabar yu?' gitu kan bisa! Kenapa rasanya berat sih? Tapi... kalo misalnya nggak dibales gimana? Kalo gue dikacangin gimana? Kalo nomor gue ternyata udah diapus dari kontaknya gimana? Kalo... aaah! Bisa gila gue lama-lama kalo kayak gini terus!

Read more...

Yamaha or Me?

"Aku denger-denger sih katanya Rossi mau pindah ke ducati gitu, Tor," ujar Ayu yang pada saat itu sedang asik menyeruput Cappuccino yang baru saja dipesannya.

"Ya... terus kenapa emangnya kalo Rossi pindah ke ducati? Toh, kalo selama dia masih bisa main bagus di ducati nanti, aku akan tetep terus dukung Rossi kok. Jelas-jelas aku ini penggemar beratnya dia," sahut Tora.

"Tapi, coba deh kamu pikir. Selama di Yamaha kan Rossi bagus mainnya. Kalo dia pindah ke ducati terus nanti kalah terus gimana?"
"Well, menang atau kalah itu bukan tujuannya seorang pembalap, Sayang..."

"Ya, tapi masa iya kamu sebagai penggemar beratnya diem aja sih? Masa nggak ada getol-getolnya gitu?"

Tora langsung tergelak demi mendengar ucapan Ayu yang seperti itu. "Kamu ini mah ada-ada aja sih, Yu?! Udahlah, itu bukan urusan penting! Rossi mau pindah ke ducati kek, balik ke honda kek, ke kawasaki kek, it is not matter for me! The whole point is Rossi is the best racer ever!"

"Tapi, aku sukanya Rossi di Yamaha!" bantah Ayu.

Read more...

Glory!

And she said 'do' and 'yes' to him. Dan saat itu juga perubahan terjadi secara drastis pada keduanya, yaitu; Ayu dan Tora.

Yang pada awalnya kalau sedang berbicara menggunakan kata 'gue-elo,' sekarang berubah menjadi 'aku-kamu'. Yang pada awalnya hanya memanggil nama 'Ayu' atau 'Tora' sekarang ada tambahan satu kata pada masing-maingnya, yaitu; 'Sayang' atau 'Yang'. Yang pada awalnya kalau di sekolah bertemu saling sapa dan bercanda, sekarang berubah menjadi diam seribu bahasa. Dan... masih akan banyak lagi dengan kata-kata 'yang pada awalnya' pada hubungan mereka yang sekarang sudah menginjak bulan ketiga!

Secepat itukah? Yah, memang benar, mereka sudah berpacaran selama itu.

Read more...

Shot!

Ayu, cewek yang gila dengan pembalap hebat yang bernama Valentino Rossi. Well, sebenarnya bukan penggemar asli pembalap hebat itu, ada alasan mengapa ia menggilainya. Tentu saja karena Yamaha! Ayu benar-benar amat sangat cinta dengan product satu itu. Entah apa yang sudah membuatnnya begitu sangat suka dengan Yamaha.

In the other hand, ada cowok yang bernama Tora. Cowok satu ini benar-benar penggila MotoGP. Dan gancoannya adalah sama dengan Ayu yaitu, Valentino Rossi! Oh, tentu saja kalau Tora ini memang benar-benar penggemar sejati Rossi. Tidak ada alasan lain selain karena tak-tik yang digunakan pembalap satu itu di dalam circuit yang dilaluinya sangat luar biasa canggih, keren! He's totally the biggest fan of Valentino Rossi!

Sebelumnya Ayu dan Tora belum pernah saling mengenal. Mereka dipertemukan oleh Tuhan dengan cara yang cukup unik. Tentu dipertemukan dengan kesamaan mereka yang sama-sama penggemar Rossi.

Read more...

Mom, I Love You

"Lo ngata-ngatain Mama lewat Twitter? Apa maksud lo coba, hah?"

Gue kaget banget tiba-tiba ada orang yang masuk kamar gue, dan teriak-teriak kayak gitu. Pas gue lihat, ternyata Randy, kakak gue.

"Ngapain sih lo teriak-teriak? Lo kira kamar gue lapangan bola, apa?!"

"Maksud lo apa ngata-ngatain Mama lewat Twitter, hah? Kok lo bisa-bisanya sih ngatain Mama kayak gitu? Lo udah nggak betah tinggal di rumah? Pergi aja lo sana!"

"Suka-suka gue! Gue mau ngetweet apa kek, itu hak gue! Jadi lo nggak usah sok-sok ngebela Mama kayak gitu deh!"

Read more...

17 tahun!!

Hampir satu bulan ini gue nggak dibolehin keluar sama Mama, gue nggak tahu alesannya apa. Tapi demi Tuhan, itu ngeselein banget! Hellooo... gue udah gede kali, gue udah 17 tahun! Gue udah punya KTP. Gue juga punya kehidupan di luar sana, bergaul sama temen-temen gue. Tapi kenapa sih kayanya Mama tuh over protective banget sama gue? Apa karena gue anak perempuan satu-satunya dia?

Astaga, please deh ya. Kalau memang benar karena gue anak perempuan satu-satunya, itu benar-benar alasan yang nggak dimasuk akal buat gue. Gue bisa kok jaga diri gue sendiri. Gue juga punya hak kali mau ngelakuin apa yang gue mau. Tapi kenapa gitu Mama selalu aja ngelarang ini, ngelarang itu? Capek tahu!

"Well, you have to know, Ta. Your mom was right!" kata Lia dengan nada 'sok' bijak.


Read more...

Don't Say You Hate Me - Part 2

Satu… dua… ti…

Tangan irvan mulai melepas satu persatu, hingga membuatnya jatuh pingsan dan terbanting ke bawah. Kepala dan kakinya membentur keras.

Hemm… akhirnya tikus masuk perangkap! Kunci pertandingan ini ada di kamu, kalau kamu nggak ada, pertandingan nggak akan berjalan dengan lancar, karena dari awal pertandingan, kebanyakan kamu yang mencetak angka.

Tim P3K yang isinya didatangkan dokter terbaik beserta asiten-asistennya  langsung menghampiri Irvan dan menggotongnya ke klinik P3K.

Read more...

Don't Say You Hate Me - Part 1


Umm… hari ini adalah hari yang benar-benar melelahkan untukku. Latihan yang sangat menguras tenaga. Seminggu sampai empat kali latihan untuk lomba yang akan diselenggarakan oleh sebuah produk yang mengadakan kompetisi nasional dua hari lagi nanti. Ya, sabtu besok. Dan sabtu besok pula, LDKS (latihan dasar kepemimpinan siswa) kelas satu akan diadakan, dan aku salah satu panitianya.

Aku menuruni anak tangga satu persatu, berjalan menuju ruang kepsek. Aku hanya berharap dan terus berodoa dalam hati, semoga Pak Risdi kali ini mengubah dan memberikan keputusan yang menyenangkan, yah hanya itu.

Pintu ruang kepsek sedikit terbuka.

Read more...

Hurt


Lima belas menit lagi sudah bel masuk, masih ada sisa waktu banyak buat ngobrol atau mengerjakan PR yang belum sempat terselesaikan, untungnya tugas bahasa inggris-nya si Mels sudah selesai dari tadi malam, jadi sekarang tinggal santai. Sambil mengerjakan tugas, Mels dan Fika mengobrol. “Oh, iya Fik, kamu kenal Fariz nggak?” tanya Mels penasaran.

Kening Fika berkerut heran. “Fariz mana? Yang namanya Fariz mah banyak!”

“Itu loh yang anak osis sama basket juga!” jelasnya. 

Fika bergumam, “Umm… oohh… Fariz yang itu, kalo itu sih gue kenal. Emangnya kenapa, Mels?” tanyanya balik.

Read more...

He's Not Gay

“Apa?” Narita sontak kaget mendengar apa yang baru saja di dengarnya, “Kamu salah liat kali, Sel!” lanjutnya.

“Engga, Ta! Percaya deh sama aku,” Selia mencoba meyakinkan sahabatnya itu, “aku liat dengan mata kepalaku sendiri… Endri berduaan sama Niko di taman belakang, mesra-mesraan, pegangan tangan pula!” 

Narita hanya terdiam, ia tahu betul siapa Selia. Selia tidak akan mungkin berkata bohong kalau sudah berbicara dengan nada serius dan meyakinkan seperti tadi. Narita langsung meninggalkan Selia dan menuju kelas Endri.


Read more...

Heartbreak

“Gimana kalo lo suka sama cowok, tapi cowok itu malah sukanya sama temen lo sendiri?” tanya Aliya. “Tapi, temen lo itu nggak begitu deket sama lo. Yaa… sebates temen ngobrol aja…” lanjutnya. 

Grace, teman dekat Aliya, yang bisa dibilang sahabat karib dari semasa mereka kecil hingga dewasa ini memutar kedua bola matanya. “Umm… kalo buat gue yaaa, mau gimana lagi? Cinta kan ngga bisa dipaksa!” ujarnya.

“Ih, iya gue tau!” timpal Aliya. “Tapi, maksud gue itu, gimana perasaan lo? Dia selalu nanyain temen lo itu. Bahkan, setiap dia ngirim sms ke elo, yang ditanyain selalu dan selalu temen lo itu!”

Read more...
 
Masterpiece © 2008 Dessy Amalya. Supported by Dessy Amalya