Upaya Mengurangi Kemacetan Ibu Kota


Sebenarnya sudah sejak lama saya ingin menulis ini, sejak saya mendengar berita di televisi dan beberapa artikel di internet yang menyangkut tentang diturunkannya harga tiket Commuter Line atau yang biasa disebut atau disingkat dengan CL. Sejak mengetahui hal tersebut, tiba-tiba terlintas sebuah opini dari penulis amatir yang masih belajar untuk terus memperbagus tulisan-tulisannya ini, sebuah opini yang cukup atau sedikit masuk di akal (mungkin).

Tentunya sudah beberapa dari pembaca mengetahui harga tiket CL yang diturunkan, yakni untuk lima stasiun pertama tarif CL dikenakan Rp. 2.000,- dan untuk tiga stasiun selanjutnya tarif dinaikkan sebesar Rp. 500,-. Menurut saya, dengan turunnya harga tiket CL ini merupakan salah satu dampak positif untuk mengatasi keruwetan transportasi di Ibu Kota yang membludak bak ikan teri di dalam bak. Penuh dan Padat, sehingga menimbulkan sebuah masalah yang mana sudah tak asing lagi. Kemacetan.
Kemacetan di Ibu Kota bukanlah lagi hal yang asing, melainkan hal yang sudah sangat bersahabat sekali dengan kita. Luasnya daratan Ibu Kota beserta ruas jalan yang ada dengan banyaknya volume kendaraan di dalamnya tidaklah sebanding, ini merupakan salah satu dampak penyebab kemacetan, di mana volume kendaraan lebih banyak dari ruas jalan yang disediakan.

Sebetulnya banyak sekali upaya yang dapat direalisasikan untuk mengurangi kemacetan Ibu Kota, tetapi kali ini saya hanya akan membahas tentang turunnya tarif CL. Menurut saya, dengan turunnya tarif CL dapat mengurangi kemacetan Ibu Kota. Mengapa saya katakan demikian? Karena, otomatis pengguna CL akan meningkat, itu berarti akan ada berkurangnya pengguna bus, mini bus, mikrolet, dan segala angkutan umum lainnya yang tidak menggunakan jalur kereta yang mana tarifnya telah naik hampir 50% (dan itu akan sangat terasa untuk masyarakat kecil). Dan, itu memang sudah terbukti, bahwa pengguna CL kini meningkat dari sebelum turunnya tarif CL (saya mengetahui hal tersebut dari berita televisi).

Tetapi, menurunkan tarifnya saja tidaklah cukup, bagaimana jika banyaknya pengguna CL dengan kereta yang tersedia tidak berbanding lurus? Nah, untuk itu, seharusnya pemerintah lebih sedikit dapat berpikir lagi kalau menurunkan tarifnya saja tidaklah cukup, perlu penambahan gerbong CL lebih banyak lagi agar adanya keseimbangan antara pengguna dengan alat transportasinya. Jika gerbong bertambah, maka bertambah pula penggunanya.
Ah, mungkin saya ini terlalu sok tahu untuk memberikan opini macam begini, tapi kalau tidak saya utarakan opini saya ini, saya akan terus kepikiran, “Kapan share opininya?” akan selalu timbul pertanyaan itu jika saya tidak menuliskan dan share opini saya yang masih sangat amatiran ini.

Sekian opini dari seorang penulis amatir yang masih selalu berpikir.
Read more...

Ini BBM Bukan BBG!

Beberapa hari yang lalu, semua orang orang dan semua media ramai membincangkan soal kenaikan BBM bersubsidi dan solar, ada yang pro, ada juga yang kontra, tetapi pasti lebih banyak ke kontra karena hampir semua pengguna kendaraan bermotor menggunakan BBM bersubsidi untuk menjalankan kendarannya (padahal banyak mobil atau motor bagus dan mewah, tetapi bahan bakar malah menggunakan yang bersubsidi, CIH!!).

Well, seiring dengan naiknya BBM, otomatis harga segala sesuatunya juga akan naik, seperti sayuran, buah-buahan, dan sebagainya pun akan naik, karena untuk mengangkut semua itu pastilah menggunakan kendaraan bermotor, bukan jamannya lagi yang menggunakan kerbau atau yang berhubungan dengan penggunaan jasa hewan. Hampir semua transportasi umum naik. Ya, hampir. Berarti tidak semuanya ongkos naik, bukan? Contohnya bus Transjakarta.

Bus Transjakarta adalah salah satu transportasi umum yang tarifnya masih Rp. 3.500,- masih harga normal seperti biasanya (walaupun ada isu untuk menaikkannya menjadi Rp. 5.000) sebenarnya tidak masuk akal juga kalau harga bus Transjakarta ini naik, toh semua armada Transjakarta bukankah menggunakan BBG alias Bahan Bakas Gas? Memangnya BBG naik juga? Bukankah yang naik BBM? (Minyak! Bukan gas!). Tetapi semoga saja usulan atau isu tentang kenaikan tarif Transjakarta hanya angin lewat saja, karena saya adalah salah satu pengguna sejati bus Transjakarta.

Jikalau memang benar nantinya tarif bus Transjakarta akan naik, saya adalah orang pertama yang menyumpah serapah kepada orang yang mengambil keputusan yang menurut saya sangat absurd sekali itu. Ini tentang dan persoalan kenaikan harga BBM, Pak/Bu, bukan BBG! Sudah sangat jelas BBM dan BBG itu jauh berbeda, wong dari tulisannya saja sudah berbeda antara M dan G, antara minyak dan gas. Mungkin para pemberi usulan yang berencana menaikkan tarif bus Transjakarta aharus kembali lagi ke bangku sekolah dasar atau bahakan ke taman kana-kanak agar bisa membedakan antara huruf M dan G, dan antara kata Minyak dan Gas.

Well, sebenarnya ini hanya unek-unek seorang penulis saja yang terkadang suka tidak habis pikir dengan  mindset para pemerintah dan bagaimana cara mereka mengartikan sebuah arti kepemimpinan yang bijaksana. Seharusnya mereka dapat memahami arti mendalam dari sebuha kalimat "Dari Rakyat, Oleh Rakyat, dan Untuk Rakyat"
Read more...
 
Masterpiece © 2008 Dessy Amalya. Supported by Dessy Amalya