You're The One

Mayra! Wait, Mayra!

Kurasakan tanganku diraih kuat. Aku mendengus kesal. Ada perlu apa lagi ia mengejarku seperti ini? Bukankah sejak hubungan kami berkahir, ia tidak pernah angkat bicara? Lalu, mengapa secara tiba-tiba ia mengejarku seperti ini? Sungguh aneh!

Wait a sec, Mayra!” cegahnya.

Aku tidak langsung memutar tubuhku untuk berhadapan dengannya. Sengaja aku tidak ingin menampakkan wajahku sekarang di hadapannya.

Is he yours now? Apa kau dengan laki-laki itu berhubungan?” tanyanya tanpa basa basi.

Read more...

Love Is Crazy

Karena Nayla yang terus mendesakku untuk menceritakan yang sebenarnya tentang hubunganku dengan Jodi, akhirnya aku pun bercerita padanya. Tentang pertengkaran itu, keseharian di kantor setelah pertengakaran terjadi, kata-kata bijak yang diberikan Santi untukku, dan masih banyak lagi hal yang terjadi setelah hubunganku dengan Jodi berakhir. Semua itu kuceritakan secara detail pada Nayla, agar ia tidak penasaran lagi.

Broke up exactly!” aku membenarkan kata-kata Nayla.

Nayla menghela napas panjang, matanya menyelidik. “Mau sampai kapan kau akan seperti ini, Mayra?” tanyanya dengan nada gelisah.

Aku menanggapi dengan mengangkat kedua bahuku. “Entahlah, mungkin aku dan dia sudah tidak akan bisa bersama lagi. Toh, sekarang aku jadi bisa leluasa dengan laki-laki di luar sana. Dia pun juga begitu, hubungannya dengan Ghina tidak akan—”

Read more...

Love Only Isn't Enough

“Bagaimana kencan hari ini? Um, menyenangkan? Oh… sungguh tadi yang kulihat itu sungguh kencan yang sangat romatis!”

Mayra, come on!

Dahiku berkerut, berpura menatapnya heran. “Uh, huh? What do you think ‘bout a woman such as her? Sexy? Romantic? Or something like a bit…

Stop it, Mayra!

Why must stop? I like talk too much!

“Mayra—”

“Umm… tadi sih sempat kulihat, wanita itu mencium pipimu dengan mesra, menggandeng tanganmu dengan manja, menjatuhkan kepalanya di bahumu penuh lelah, dan… yah, itu sungguh sangat terlihat romantis sekali. Patut kucoba nantinya, aku akan berterima kasih pada wanita itu telah memberikan pembelajaran yang sanga berharga!”

Read more...

Love Is....

Love is…

Love is blind. Love is crazy. Love is a choice. Love is difficult to understand. Love is everything. Love is your life.

Sejujurnya aku juga agak sulit mendefinisikan tentang cinta itu sendiri. Dari yang sudah kusebutkan sebelumnya, mungkin semuanya benar, cinta itu buta, cinta itu gila, cinta itu sulit dimengerti, cinta itu segalanya, cinta itu adalah hidupmu. Without love, what can we do? We can’t do nothing.

Aku sudah merasakannya sendiri. Semula kata-kata yang tidak pernah aku percaya, tapi aku jadi mempercayainya, karena aku sendiri yang merasakan kata-kata itu.

Love at first sight.

Read more...

Am I Dreaming?

My God! I’m not dreaming, right? He is walking over here!

Aku menolehkan kepalaku ke kanan, ke kiri dan ke belakang. Tidak kudapati seorang  pun yang duduk di sekitar mejaku, tentu saja tidak ada, karena aku duduk di sudut kafe. Dan aku baru menyadari satu hal, kalau kafe sangat sepi sekali pagi ini! Dan kalau dihitung-hitung… hah? Hanya ada aku berdua dengannya? Dengan laki-laki itu?!

Astaga. Mengapa jantungku jadi berdebar begitu cepatnya? Aku tidak benar-benar sedang bermimpi kan? Mungkin kalau sedang berada di dalam sebuah film, pasti langkah panjang laki-laki itu di-slow motion sehingga orang-orang yang menonton film itu pasti akan menarik senyum. Tapi sayangnya, saat ini kami tidak sedang berada di dalam sebuah film. Ini nyata, jalannya tidak diperlambat. Dan tidak ada yang tersenyum pada kami.

Dia…

Read more...

You

You!

Kau, yang kulihat dari kejauhan membuat bibirku menarik seulas senyum. Kau membuat hati ini terasa sangat nyeri seperti tertusuk pisau tajam. Bukan semata-mata rasa sakit yang kurasakan, tapi sebuah perasaan yang entah mengapa sangat sulit sekali dimengerti oleh logika.

Am I in love?

Denganmu? Tapi bagaimana mungkin bisa? Aku baru saja sekali melihatmu. Kita tidak saling mengenal. Mungkin kau tidak sadar kalau saat ini aku sedang melihatmu, memandangimu dari sini sembari terus tersenyum. Ah, seperti orang gila saja aku ini.

What's your opinion?

Read more...

Rindu

Sudah hampir seminggu aku tidak berbicara dengannya. Sebesar itukah Danny marah padaku? Sampai menyapaku saja tidak mau, menatap wajah pun segan baginya. Aku sudah cukup bersabar menghadapinya, bagaimanapun juga aku yang salah atas kemarahannya padaku itu. Tapi aku juga tidak ingin masalah ini terus saja larut dalam kediaman yang tiada arti.

Tidakkah Danny tahu betapa aku merindukannya saat ini? Merindukkan akan setiap suara, tawa, canda dan godaanya padaku. Aku sangat merindukan itu. Terutama janin yang ada di dalam perutku saat ini. Pasti ia akan sangat sedih sekali melihat ayahnya bersikap seperti itu.

Read more...

Sebuah Kata Maaf Saja Tidak Akan Cukup

Kulihat mata Danny sekarang benar-benar merah, bukan warna merah karena semata-mata ia ingin menangis. Tapi merah sebuah kemarahan, kemarahan yang cukup membuat kepalanya berapi-api.

Aku tidak sanggup melihat matanya itu. Aku sungguh takut!

“Apa namanya ini kalau bukan skandal, Aliya?” Danny melempar kumpulan foto yang ia pegang ke wajahku. “Mana kepercayaan yang selama ini aku berikan padamu? MANA??” suara Danny menggelegar seisi rumah yang kosong. Aku hanya bisa menunduk, benar-benar tidak berani untuk melihat kedua matanya yang terlihat sangat mengerikan itu. Aku hanya bisa meringguk dalam ketakutan.

Read more...

Seperti Aku dan Dia

Aku bersandar di dinding yang dingin, dengan kepala mendongak ke atas melihat taburan bintang yang bercahaya pada malam hari. Lalu aku tersenyum.

"Sedang apa malam-malam di luar balkon?" seorang laki-laki mengenakan kaus oblong putih menghampiriku dan ikut duduk bersandar di dinding tepat di sampingku.
Aku tersenyum kecil sambil menolehkan kepalaku. "Aku senang," kusandarkan kepalaku di bahu laki-laki itu.

"Aku juga, kau tahu?" tanya Danny sembari mengusap kepalaku. "Aku tidak menyangka kalau kita sudah seperti ini. Kukira dulu aku benar-benar tidak akan bisa bersama denganmu. Tapi ternyata..." Danny tidak melanjutkan kata-katanya. Matanya menatapku lembut, selembut kecupan yang ia berikan padaku saat ini.

Read more...

Renta dan Sendiri

Dari kejauhan, sudah kulihat kau berdiri tampak seorang yang sedang kebingungan. Entah apa yang kau cari. Tapi aku berharap, kalau kau  akan membalikkan tubuhmu, menolehkan kepalamu lalu tersenyum saat kau mendapati aku berdiri di sini sedang memandangimu dengan penuh terkesima.

Sudah lama rasanya aku memendam rasa kerinduan ini. Rasa rindu yang begitu mendalam di hati. Apa kau bisa merasakan kehadiranku saat ini? Apa kau bisa merasakan sesuatu apa yang kurasakan sekarang? Ah, tentu saja tidak. Kau pasti tidak akan bisa merasakannya. Wanita lain sudah ada di sampingmu sekarang, memelukmu dengan begitu eratnya, menciummu dengan begitu mesranya...

Read more...
 
Masterpiece © 2008 Dessy Amalya. Supported by Dessy Amalya