Love Only Isn't Enough

“Bagaimana kencan hari ini? Um, menyenangkan? Oh… sungguh tadi yang kulihat itu sungguh kencan yang sangat romatis!”

Mayra, come on!

Dahiku berkerut, berpura menatapnya heran. “Uh, huh? What do you think ‘bout a woman such as her? Sexy? Romantic? Or something like a bit…

Stop it, Mayra!

Why must stop? I like talk too much!

“Mayra—”

“Umm… tadi sih sempat kulihat, wanita itu mencium pipimu dengan mesra, menggandeng tanganmu dengan manja, menjatuhkan kepalanya di bahumu penuh lelah, dan… yah, itu sungguh sangat terlihat romantis sekali. Patut kucoba nantinya, aku akan berterima kasih pada wanita itu telah memberikan pembelajaran yang sanga berharga!”

Mayra, I’ve told you…!

What?” desisku. Itt’s just a game? Or what?

“Aku sudah bilang padamu, Mayra. Kami—”

It was over? Itu yang mau kau katakan? Lantas kalau kau dengan Ghina memang sudah benar-benar lama berpisah, kenapa kau masih saja bermesra-mesraan di tempat umum seperti itu, Jodi? Aku lihat dengan mata kepalaku sendiri! Dia menciummu, menggandengmu, berbisik di telingamu, bergelayut manja di lenganmu, dan—”

“Harus berapa kali aku mengatakannya untuk meyakinkanmu, Mayra? Aku terpaksa melakukannya! Apa kau tidak percaya padaku?”

Aku tertawa kekeh, bagaimana mungkin bisa aku mempercayainya sekarang ini? Dengan sangat jelas aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, mereka terlihat begitu sangat mesra! Semua orang yang melihat pun pasti akan beranggapan sama denganku.

“Apalah arti sebuah hubungan jika tidak adanya kepercayaan?”

“Aku percaya padamu, Jodi. Tapi untuk sekarang ini, bagaimana mungkin aku bisa mempercayaimu kalau kau tidak menepati janjimu sendiri? Mana janjimu? Bukankah seharusnya kau bilang terlebih dahulu padaku kalau kau ingin menemuinya? Sekedar mengirim pesan saja memangnya tidak bisa? Aku memang percaya padamu, tapi—”

“Itu sama saja kau tidak mempercayaiku, Mayra!” kini nada suara Jodi mulai ketus. “Mempercayai seseorang itu tidak bisa hanya setengah-setengah! Kau pikir aku ini apa, Mayra?”

Aku mendengus kesal. Jodi memang benar-benar keterlaluan! Apa ia tidak tahu apa yang kurasakan sekarang? I’m jealous! Bisakah ia mengerti perasaanku sedikit saja untuk saat ini? Seharusnya aku yang marah padanya sekarang, lalu kenapa jadi laki-laki itu yang balik memarahiku?

“Kalau begitu, aku memang tidak percaya padamu!” jawabku juga dengan nada tidak kalah ketus dari Jodi. Biarkan saja.

“Kau tidak percaya padaku? Baiklah, kalau memang benar begitu. Untuk apa menjalin suatu hubungan kalau tidak bisa saling mempercayai satu sama lainnya? Perasaan cinta saja tidak akan pernah cukup untuk membangun sebuah hubungan yang serius!”

Alisku berkerut heran, mencoba mencerna perkataan Jodi. “Jadi, maksudmu…”

“Ya, buat apa kita menjalin hubungan kalau kau tidak percaya padaku?”

“Jodi, bisakah kau—”

“Mengerti perasaanmu?” potong Jodi. Sepertinya ia bisa membaca pikiranku. “Sampai kapan aku harus mengerti perasaanmu, Mayra? Seharusnya aku yang bertanya dan berkata seperti itu. Bisakah kau mengerti perasaanku sekarang ini? Aku selalu mengerti perasaanmu, Mayra. Aku tahu perasaanmu sekarang, kau pasti sedang cemburu. Tapi kau terlalu kelewat cemburu, Mayra! Kau cemburu buta, membutakan pikiranmu!”

“Baiklah kalau begitu!”

“Sudahlah, Mayra. Masalah sepele seperti ini jangan kau besar-besarkan! Jangan seperti anak kecil!”

“Sepele katamu? Bagiku ini bukan masalah sepele lagi! Kau sudah berbohong padaku! Kau tidak menepati janjimu! Kau anggap aku ini tidak ada! Aku sudah terlalu sering melihatnya, Jodi! Tidak hanya sekali! Kau bilang ini masalah sepele? Bisakah kau mengerti perasaanku sedikit saja?”

“Kau yang seharusnya mengerti perasaanku, Mayra! Aku capek, aku selalu menuruti kemauanmu, sedangkan kau? Apa kau pernah? Apa kau pernah mengerti perasaanku untuk sesaat saja?”

“Oh, begitu? Jadi secara tersirat kau menganggapku ini manja dan egois? Memangnya aku minta apa saja padamu? Aku hanya ingin kau bilang terlebih dahulu padaku kalau kau ingin menemuinya, itu saja, Jodi!”

“Harus berapa kali sih aku bilang padamu, Mayra…?”

“Sudahlah, Jodi! Aku capek, kau selalu bilang seperti itu ‘kami sudah lama berpisah’. Ya memang kau sudah lama berpisah. Tapi Ghina masih mencintaimu, Jodi!”

Jodi langsung diam, ia tidak menanggapi langsung perkataanku. Tatapan matanya berubah menjadi tatapan yang tajam. Sejujurnya, aku agak takut melihat tatapannya yang seperti itu. Aku mengalihkan wajahku menghindari tatapan matanya.

“Tapi aku tidak lagi mencintainya, Mayra! Aku hanya mencintaimu!”

“Oh, ya? Kenapa saat setiap wanita itu ada di sisimu kau hanya bisa diam seperti patung tolol yang sedang dipermainkan oleh wanita? Kenapa kau selalu membiarkanku pergi tanpa berusaha mencegahku? Kenapa?”

Kucoba mengatur napas sejenak. Mencoba sedikit mendinginkan otakku. See! Ia hanya diam saja, tidak berkomentar apa-apa. Apa yang sedang terlintas di pikirannya itu?

“Baiklah,” lanjut Jodi. “Aku mengerti sekarang maksudmu. Kau menginginkan hubungan kita ini berakhir sampai di sini begitu saja?”

Mataku terbelalak lebar demi mendengar kata-kata itu keluar dari mulutnya. Berakhir? Tuhan, kata-kata itu sangat tidak ingin aku dengar! Tapi mau bagaimana lagi? Hatiku sudah terlalu sakit melihatnya. Perasaanku sekarang sungguh campur aduk; marah, sedih… tapi tidak ada perasaan senang. Itu berarti aku memang benar-benar tidak ingin….

Aku menghela napas sejenak, lalu dengan cepat menghembuskannya “YA!” aku langsung berlalu meninggalkannya sendiri. Kuhiraukan panggilannya. Aku benar-benar kesal!

Setidaknya, aku bisa keluar dari pertengkaranku ini dengan Jodi. Walaupun harus dengan mengakhiri… yah, aku tahu aku sudah mengambil keputusan yang sangat bodoh. Tapi, mungkin ini bisa menjadi keputusan yang terbaik untuk masing-masing, atau justru ini bukanlah suatu keputusan yang terbaik untukku juga untuknya? Enahlah.

Tuhan, what the hell is wrong with me? Mengapa secepat itu aku mengambil keputusan ini? Hatiku yang sekarang ini benar-benar dikeluti emosi yang mendalam.

“Mayra!” kini suara seorang wanita yang memanggilku, kuputar tubuhku dan kudapati Nayla.

“Kuantar kau pulang sekarang!” ujarku ketus. Untuk saat ini, aku malas membicarakan masalah yang sangat tidak ingin kubicarakan.
 
Masterpiece © 2008 Dessy Amalya. Supported by Dessy Amalya