SNMPTN dan SBMPTN 2013

Isu tentang keputusan SNMPTN 2013 bukanlah menjadi hal yang baru bagi para siswa/i di sekolah juga di kalangan masyarakat luas. Suatu rencana yang mengundang pro dan kontra untuk hal tersebut memberikan segala argumentasinya. Berbagai macam pemikiran berbeda dituangkan dalam sebuah forum-forum yang telah disediakan untuk menampung segala argumentasi yang ada (tidak dalam bentuk forum juga, lebih ke dalam komentar post). Tetapi, sekarang bukanlah lagi suatu rencana, melainkan keputusan yang sudah diresmikan dan sudah ada di halaman resmi SNMPTN.

Setelah membaca Kata Pengantar yang saya baca dari situs resmi SNMPTN sampai akhir dari informasi umum yang diberikan itu, saya dapat mengambil sebuah pemikiran tentang Dampak Positif dan Dampak Negatif dari keputusan tersebut. Dimulai dari penjelasan SNMPTN 2013.

Keputusan Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri atau yang biasa disebut SNMPTN tahun ini memiliki perubahan (lagi). Ini merupakan seleksi nasional dengan menyaring calon mahasiswa baru melalui prestasi akademik (termasuk nilai UN), yaitu dengan menggunakan nilai rapor dan prestasi-prestasi akademik lainnya (termasuk tingkah laku). Dan, jalur ini tidak dikenakan biaya sama sekali untuk calon mahasiswa baru yang akan mendaftar/terdaftar. Semua biaya pendaftaran akan ditanggung oleh pemerintah.

Dampak Positif
Dengan adanya perubahan SNMPTN 2013 ini, semakin banyak peluang untuk siswa/i berprestasi di sekolah untuk dapat masuk ke PTN yang mana juga ditunjang dengan biaya yang dikeluarkan tidak banyak, bahkan tidak dipungut biaya sama sekali dalam pendaftaran SNMPTN yang berarti lebih bisa sedikit menguntungkan siswa/i. Selain itu dengan memanfaatkan hasil UN pun sangat menguntungkan untuk siswa/i, karena dengan hasil UN yang menjadi salah satu persyaratan mengikuti SNMPTN membuat siswa/i tidak perlu lagi mengikuti tes tulis.

Dampak Negatif
Tidak hanya dampak positif saja yang dapat diambil, tapi juga ada dampak negatif yang disebabkan oleh hal tersebut, yaitu untuk siswa/i yang prestasinya kurang di sekolah. Siswa/i yang kurang prestasinya, pastilah akan sangat gelisah dan kebingungan jika ia tidak dapat mengikuti SNMPTN. Lalu, akan banyak dan ada kecemburuan sosial di kalangan siswa/i yang notabene tidak berprestasi dengan siswa/i berprestasi.

Untuk mengatasi dampak negatif yang ada dari perubahan tersebut, pemerintah mempunyai solusinya, yaitu dengan Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri atau biasa disingkat dengan SBMPTN. SBMPTN tidaklah banyak jauh berbeda dengan SNMPTN tahun lalu. Adanya SBMPTN ini sangat membantu siswa yang tidak dapat mengikuti SNMPTN masih dapat mengikuti seleksi ini. Selain itu, dengan SBMPTN juga dapat membantu siswa lulusan tahun lalu yang tidak dapat PTN  tetap bisa ikut seleksi di tahun sekarang ini.

Sebenarnya, SNMPTN dan SBMPTN sama saja seperti tahun kemarin, yang membedakan hanyalah sebuah penyebutannya saja, Jalur Undangan yang sekarang berubah menjadi SNMPTN, dan SNMPTN itu sendiri sekarang menjadi SBMPTN. Juga yang membedakan hanyalah penanggungan biaya pendaftaran SNMPTN tahun ini yang ditanggung oleh pemerintah.

Yang terpenting bukanlah dari mana seleksi yang akan diikuti, tapi yang terpenting adalah bagaimana usaha dan doa seseorang dalam mencapai sebuah tujuan dan cita-citanya yang ingin dicapai. Sepintar apa pun seseorang jika tidak adanya akhlak baik yang menunjang tidak akan bisa mencapai cita-citanya. Begitupun sebaliknya, ketika akhlak baik tidak ditunjang dengan usaha yang sungguh-sungguh akan menghasilkan sebuah pekerjaan yang sia-sia dan tidak bermakna. Di mana ada kemauan, di sana ada jalan. 

Read more...

FTV Sekilas

Gue enggak tau harus mulai cerita dari mana, karena kejadian itu bener-bener bikin gue cengar-cengir sendiri.

Well, pukul 05.15 gue udah bangun dari tidur yang cukup panjang. Iya, cukup panjang, karena hal ini jarang terjadi, jadi gue bangga banget bisa tidur di bawah pukul 12 malem! Wih. Back to the topic, sebelum gue beranjak dari tempat tidur, gue ngumpulin nyawa dulu kurang lebih tiga menit buat buka laptop (kebiasaan sih ya bangun dari tidur yang dicek pertama kali itu HP dan laptop). Wah, ternyata di Skype banyak chat yang masuk dan beberapa panggilan masuk yang tak terjawab juga. Sempet sih gue senyum-senyum sendiri ada chat masuk dari seseorang, cuman gue langsung sadar diri aja. Iya, sadar diri.

Setelah nyawa gue udah terkumpul kembali dan mempunyai kekuatan untuk beranjak dari kasur, gue pun berjalan menuju kamar mandi untuk buang air kecil dan tidak lupa juga untuk mengambil air wudhu untuk melaksanakan shalat subuh. Selesai shalat subuh, gue sama temen gue... Oh, ya, gue lupa ngasih tau kalau ada temen gue yang nginep di rumah gue buat ikut gowes bareng ke Senayan.

Selesai siap-siapnya, gue pun segera berangkat dengan beberapa orang, adek gue yang cowok yang namanya Titus, sepupu gue, Mas Iyut, temen gue, Darma, dan beberapa orang lagi.

Pertama gue ke Bunderan HI dulu, ngaso-ngaso sebentar di tempat biasa ngaso, depan Plaza Indonesia, sebelum melanjutkan lagi perjalanan menuju Gelora Bung Karno, Senyan, gue udah janjian sama dua temen gue yang lainnya untuk janjian ketemuan di HI. Gue BBM deh temen gue yang namanya Nopi yang biasa dipanggil Imut atau Marmut (enggak tau dan enggak ngerti juga gue kenapa namanya bisa diganti jadi begitu) anak yang baru aja diwisuda sama Universitas Negeri Jakarta, dengan gelaar D-3 Elektronika.

Gue segera BBM Imut, Jadi sepedaan lu?

Tiga menit kemudian sebuah balasan masuk, Udh d tugu tani

Gue balas dengan cepat kilat, Gue di HI nih, depan PI

Semenit... belum dibales.

Lima menit... belum dibales


Read more...

Selamat Tinggal

Kamu harus tahu, sepertinya aku sudah begitu lelah menunggumu yang tak kunjung datang. Hatimu terlalu keras dan egois, kamu tidak pernah mau melihat apa yang sudah ada di depan matamu, kamu selalu saja melihat ke belakang yang jelas-jelas tidak akan pernah lagi ada di depan.

Sempat berpikir aku ingin mencapai garis finish bersamamu, tapi entah mengapa semua pikiran itu seketika sekarang menjadi berubah dan hilang. Aku tidak ingin sendiri. Aku tidak ingin menunggu lagi. Aku hanya ingin yang pasti.

Dan, kini aku sudah mulai mencintai dan menyayangi seseorang yang hatinya sudah ada di depan mataku, untuk apa aku menyia-nyiakannya? Mata dan hatiku masih belum buta untuk soal cinta. Aku tahu, kalau ini memang sedikit terdengar agak gila. Tapi, apa salahnya jika aku mencoba?

Aku berterima kasih padamu, karena mencintaimu, aku pun bisa mengerti tentang cinta yang tidak bisa hanya terpaku. Aku pun harus membuka lembaran baru, meski sedikut pilu, tapi demi ketenanganku, aku tidak ingin lagi menunggu.

Terima kasih.

Selamat tinggal.
Read more...

Dan Kau Harus Memilih.


Menunggu dan terus menunggu memang ternyata menyakitkan. Semua terjadi di luar dugaan. Dan, belum pernah kurasakan sebelumnya. Hingga akhirnya kumengerti arti semua yang ada.

Kuakui, mungkin aku terlalu buta, buta akan cinta, cinta yang tak seharusnya kurasakan, perasaan yang harus berujung dengan kesakitan. Tapi, bukankah cinta butuh pengorbanan? Bukankah cinta butuh kepastian? Bukankah semua yang ada perlu dibuktikan?

Lupakan.

Aku terlalu lemah. Segala sesuatu terlihat memerah. Segala sesuatunya terlihat begitu ambigu. Mungkin karena aku terlalu lugu? Atau mungkin karena aku terlalu dungu? Bias saja karena aku terlalu malu.

Mungkin.

Well… aku terlalu bodoh karena aku tak pernah bisa dan tak pernah mau untuk mengungkapkan perasaanku yang sebenarnya padanya. Bagaimana mungkin bisa aku mengungkapkannya kalau Dia masih saja selalu memikirkan seseorang yang sudah lama, bahkan hampir dua tahun lamanya sudah tidak pernah menjalin hubungan lagi? Aku tidak ingin hal yang sudah susah payah kupertahankan―maksudku, aku tidak akan pernah mengatakan perasaanku yang sebenarnya padanya karena hal itu akan membuatku semakin jauh darinya―harus berakhir dengan hubungan yang tidak kuinginkan. Dan, sungguh aku tidak menginginkan hal itu sampai terjadi.

Aku memang gila, bagaimana tidak? Sudah tak dapat lagi aku menghintung waktu lamanya aku menunggu Dia. Dia yang saat ini hanya mengisi relung hatiku, memegang kunci pintu hati yang ingin sekali rasanya kurampas dan kukeluarkan dirinya dari dalam ruang itu dan menggantikannya dengan orang lain, yang mana yang pasti lebih pasti.

Waktu berlalu…

Kucoba untuk melawan perasaanku sendiri. Kudobrak pintu itu dengan sekuat tenaga yang terkumpul. Pintu pun akhirnya terbuka dengan sedikit kerusakan di kenopya. Dengan cepat kuraih kunci pintu yang masih di genggaman Dia dengan paksa. Kutarik lengannya keluar secara perlahan, dan berkata padanya, “Maaf, kurasa kau sudah terlalu lama mengurung dirimu di sini, dan kuharap kau segera pergi, karena aku sudah terlalu lelah menunggumu yang tak kunjung memberikan tanda dan kepastian.” Sempat kudengar Dia menjawab, “Bagaimana mungkin aku memberi kepastian kalau kau sendiri tidak pernah mencoba untuk mengatakannya padaku?” Seketika aku kembali menciut. Lengannya di genggamanku terlepas perlahan dan aku berpikir kembali.

Yeah, mungkin aku tidak pernah mengatakan yang sebenarnya kepada dirinya, tapi satu hal yang telah kuketahui, bahwa cinta tidaklah memerlukan lidah untuk berkata-kata, melainkan mata yang berbicara.

Dan, akhirnya tetap kupaksa Dia keluar dari dalam ruang yang terlihat begitu indah dan rasanya sudah lama sekali tak kulihat pemandangan indah itu. Lalu, beberapa saat setelah Dia pergi, seseorang berkata di belakangku, “Bolehkah aku yang menggantikan dirinya?” aku pun menoleh. Aku beku. Tak dapat berkata. Lalu orang itu berkata lagi, “Biarkan aku masuk dan mengunci pintu hatimu, tapi tenanglah, aku tidak aka pernah mengambil kunci itu dari tanganmu, karena kutahu, kau yang berhak menentukan atas segala pilihanmu.” Dan, seketika kedua sudut bibirku terangkat. Aku pun membiarkannya masuk ke dalam ruang indah itu.

Walaupun memang jejak Dia yang sudah pergi masih membekas di dalam ruangan, aku akan tetap berusaha untuk meyakini perasaanku, bahwa jejaknya akan hilang.

Hidup adalah sebuah pilihan.

Dan kau harus memilih.
Read more...
 
Masterpiece © 2008 Dessy Amalya. Supported by Dessy Amalya