Heartbreak

“Gimana kalo lo suka sama cowok, tapi cowok itu malah sukanya sama temen lo sendiri?” tanya Aliya. “Tapi, temen lo itu nggak begitu deket sama lo. Yaa… sebates temen ngobrol aja…” lanjutnya. 

Grace, teman dekat Aliya, yang bisa dibilang sahabat karib dari semasa mereka kecil hingga dewasa ini memutar kedua bola matanya. “Umm… kalo buat gue yaaa, mau gimana lagi? Cinta kan ngga bisa dipaksa!” ujarnya.

“Ih, iya gue tau!” timpal Aliya. “Tapi, maksud gue itu, gimana perasaan lo? Dia selalu nanyain temen lo itu. Bahkan, setiap dia ngirim sms ke elo, yang ditanyain selalu dan selalu temen lo itu!”

Kening Grace berkerut heran. “Perasaan gue?” tanyanya balik. “Ya pasti kesel banget!” lajutnya dengan nada tinggi, membuat sahabatnya itu tersentak kaget. “Sakit hati juga sih. Tapi, kalo kita nggak jujur sama dia tentang perasaan kita yang sebenernya, berarti kita yang bego!” 

Alis Aliya naik sebelah. “Loh?” Aliya heran. 

“Iyalaaah…. Apa hak kita kesel sama dia coba? Emang dia tau apa kalo kita suka sama dia? Kalo dia udah tau kita suka sama dia, pastinya dia ngga akan sms kita buat nanyain temen kita, pasti dia juga jaga perasaan kita biar nggak sakit hati!” jelas Grace.

Hah? Jujur? Ke dia? Apa bisa gue ngomong tentang perasaan gue yang sebenernya ke dia? Gila aja kali ya? Mana mungkin! Udah tau anaknya kayak gitu, pemalu kalo di depan cewek yang dia suka atau pun ada cewek yang suka sama dia. Nggak, nggak usah kali ya gue pake jujur-jujuran gitu. Hem… berarti gue harus memendem lebih lama lagi dengan perasan ini gitu? Aaaahh… bingung gue! Bisa gila gue lama-lama…. 

“ALIYA!” teriak Grace tepat di telinga Aliya. 

Aliya sontak kaget. “Hah? Apaan sih, Ce? Nggak usah teriak gitu bisa kali!” ujar Aliya kesal. 

“Ya lagian lo malah bengong gitu!” mata Grace menyelidik dan menyipit menatap tingkah Aliya yang salah tingkah. “Eh bentar… kenapa tiba-tiba lo nanya soal beginian?” tanyanya heran. 

Aliya gelagapan. “Ah? Ng, engga kok! Gu, gue pengen na, nanya aja… iya nanya aja kok. Itung-itung buat inspirasi novel gue,” ia berbohong. Grace tidak mempercayainya begitu saja. Ia tahu betul sikap dan sifat sahabatnya itu, terutama jika sedang berbohong. Aliya merasa risih karena dipandangi Grace dengan mata menyelidik. “Apaan sih ,Ce? Jangan ngeliatin gue kayak gitu sih! Serem tau!” ujar Aliya. 

Grace tertawa kecil. “Aliyaaa, Aliya. Gue itu udah kenal sama lo dari kecil! Dan gue tau betul gimana lo, sikap lo, sifat lo, apalagi kalo lo lagi bohong sama gue," Grace tegelak. "Liat noh idung lo! Kembang kempis gitu ngomongnya!"

Aliya lagi-lagi tersentak. Ia langsung memegangi hidungnya. Apa benar hidungnya kembang kempis seperti apa yang baru saja dikatakan sahabatnya itu? Aliya jadi salah tingkah. Grace tergelak geli. 

Hhh… tuh kan lagi-lagi dan lagi-lagi. Kenapa si lo sms gue cuma sekedar nanyain dia doang? Ya Allah, Dit, lo ngga tau apa perasaan gue kayak gimana? Ngertiin gue kek! Gue tuh suka sama lo! Hhh… kalo emang gue harus jujur tentang perasaan gue ini, jujur gue nggak bisa ngelakuin itu, gue belum siap buat jauh sama lo, gue belum siap buat diem-dieman sama lo, gue belum siap…. Mata Aliya mulai berkaca-kaca. 

“Heh!” sapa seseorang dari belakang. 

Aliya buru-buru mengusap matanya dan menoleh. “Adit? Kirain gue siapa!” ujar Aliya yang masih sibuk mengumpati matanya yang masih terasa merah. 

“Sendirian aja lo, Grace mana? Tumben nggak sama dia?” tanya Adit. 

“Lagi sibuk pacaran kali,” ujar Aliya ketus. 

“Wesss… woles aja! Oh iya, lo kok ngga bales sms gue sih?” 

“Sms? Sms yang mana?” 

“Itu loooh!!” matanya mengerjap. 

Aliya menghela nafas sejenak. “Oh yang itu, sorry gue lagi ngga ada pulsa!” ujarnya berbohong lagi 

“Ah kere lo!” lanjut Adit. Aliya menghiraukannya. “Eh lo tau ngga?” tanya Adit. Aliya menggeleng. “Dia kan udah putus sama cowoknya!” lanjutnya dengan penuh semangat. 

Mata Aliya langsung terbelalak. Kepalanya langsung menoleh menghadap Adit. “Serius?” tanya Aliya tidak yakin. Adit mengangguk dengan amat sangat yakin. Ia tersenyum sumringah. Putus? Berarti Adit….  

“Punya kesempatan besar buat dapetin dia!” ujar Adit. 

Deg… 

Aliya merasakan hatinya sedang tersayat pisau tajam. Nyeri sekali rasanya. Ia tidak bisa berkata-kata lagi, ia hanya bisa diam dan tak tahu apa yang sedang terlintas di pikirannya.
----
“Selama ini gue susah buat bilang kalo gue... gue suka sama lo, Putri," ujar Adit sambil menatap tajam seorang wanita yang kini ada di hadapannya. 

Putri tersenyum. “Aku juga baru sadar, Dit, kalo selama ini… aku juga suka sama kamu,” balasnya. 

Tanpa ba-bi-bu lagi, Adit memeluk Putri erat. Matanya menangkap sosok yang sedang terpaku melihat ke arahnya. Ia melepas pelukannya. “Itu… bukannya, Aliya?” mata Adit menyipit memperhatikan orang itu. 

Putri menoleh dan ikut memperhatikan. “Iya, itu kayak Aliya.” 

“Samperin yuk!” Adit menarik lengan Putri dan berjalan menghampiri Aliya.
 ----
Aliya terpaku ditempat sambil terus memandangi punggung Adit yang semakin menjauh dari hadapannya. 

“Cinta itu emang gila!” sahut seseorang dari belakang. “Memang sulit rasanya saat melihat seseorang yang kita cintai berjalan dengan orang yang dicintainya di hadapan kita. Dan itu adalah bagian tersulit dalam hidup! Melihat orang yang kita cintai, mencintai orang lain. Sakit!” Lanjutnya. 

Aliya tidak memperdulikan orang itu. Air mata yang sudah susah payah ditahannya berebut keluar satu persatu.
 
Masterpiece © 2008 Dessy Amalya. Supported by Dessy Amalya