Hurt


Lima belas menit lagi sudah bel masuk, masih ada sisa waktu banyak buat ngobrol atau mengerjakan PR yang belum sempat terselesaikan, untungnya tugas bahasa inggris-nya si Mels sudah selesai dari tadi malam, jadi sekarang tinggal santai. Sambil mengerjakan tugas, Mels dan Fika mengobrol. “Oh, iya Fik, kamu kenal Fariz nggak?” tanya Mels penasaran.

Kening Fika berkerut heran. “Fariz mana? Yang namanya Fariz mah banyak!”

“Itu loh yang anak osis sama basket juga!” jelasnya. 

Fika bergumam, “Umm… oohh… Fariz yang itu, kalo itu sih gue kenal. Emangnya kenapa, Mels?” tanyanya balik.

“Hem, nggak, nanya aja hehehe,” jawab Mels malu-malu. 

Mata Fika berselidik. “Cailah, naksir lo ama tuh anak?” Mels langsung menggeleng cepat. “Alaaahh… gausah bohong deh! Anaknya jago loh basketnya… pinter pula! Mau??” goda Fika. 

Mels tertawa kecil, mencoba menyembunyikan wajahnya yang merah merona. “Ha? Apaan sih, Fik? Gak usah gossip gitu deh...!"

Fika tergelak sembari memegangi bahu Mels. “Hahaha udahlah ngaku aja, gapapa kali, lagipula dia baik kok, gue sama dia juga lumayan agak deket, jadi… mau gue salamin ke anaknya ga nih??” ledeknya sekali lagi.

“Haaaahh, Fika! Apa sih?! Engga ah. Malu tau!”

“Tuh kan! Berarti bener kan lo suka sama dia? Hahaha okelah, entar gue salamin ke anaknya. Entar kan gue ada basket.”

“Terserahlah!!” Mels mulai pasrah. Kalau Fika sudah seperti ini, Mels sudah nggak bisa apa-apa lagi.
----
Terlihat Fariz sedang asik men-drible bola. Fika berlari kecil untuk menghampirinya. “Riz!” sapanya sambil menepuk pundak Fariz.

Yang disapa menolehkan kepalanya. “Eh, Fik, tumben lo latihan?” tanyanya.

“Yee, lagi rajin nih gue hari ini,” jawab Fika dengan pedenya. “Oh iya, ada yang titip salam buat lo tuh!”

“Salam? Siapa?” tanyanya dengan penuh rasa penasaran. 

"Itu si Mels, temen kelas gue, yang sering pulang bareng ama gue, yang pendiem orangnya, yang kalem orangnya...” belum sempat melanjutkan kalimatnya, Fariz sudah dengan cepat memotong.

“Ssshhh! Ngomong pake titik koma napa buu...!" sela Fariz. "Oh, si Mels, yaudah bilang aja thanks!” lanjutnya seraya memasukkan bola ke ring. Dan... hup! bola masuk dengan mulus dan sempurna.

Fika melipat kedua tangannya ke depan dada. “Ih, kok thanks doang sih? Salam balik kek!” kata Fika kesal. 

Fariz tertawa kecil. “Males ah, entar malah ke ge-er-an lagi dia nya!”

“Ih! Jahat banget sih, Riz! Dia kan temen gue. Dia tuh naksir berat sama lo! Respon kek!!”

“Hem, respon? Engga ah, bilang ke dia, gue sukanya sama orang lain.”

Mata Fika terbelalak. “Hah? Masa sih? Siapa, Riz?” tanyanya penasaran.

“Umm… want to know aja! Hahaha.”

“Ah serius gue, siapa sih? Jangan bikin gue penasaran sih!” Fika masih terus memaksa Fariz agar dia mau berkata jujur.

“Entar juga lo tau kok!” jawabnya santai.

Fika menghentakkan kakinya. “Aarrgghh… gak asik ah lo!!” ia mulai kesal lalu berjalan meninggalkan lapangan
----
Seperti biasanya, Fika datang telat lagi untuk yang kesekian kalinya. Walaupun telat, jalannya tetap dibawa santai. Sambil mendengarkan music dari iPod-nya, juga sambil baca buku yang digenggamnya.

Brak!!

Ups! Saking asiknya membaca buku dan mendengarkan musik di telinganya, sampai-sampai ia tidak melihat jalan kanan dan kiri. Tertabraklah Fika. 

Sorry, sorry, gak sengaja!” kata laki-laki itu sopan, sambil mebereskan bukunya yang berserakan.

“Fariz?” tebak Fika. “Oalaaah lo toh, Fik, ternyata, gue kira siapa!” Fariz bangkit, “Ya udah ya gue duluan! Bye.”

Kenapa tuh anak? Kok mukanya kaya ketakutan gitu pas liat gue? Emang muka gue kaya setan apa? batin Fika.  Matanya menangkap sebuah amplop biru di lantai. Ia mengambilnya sambil bertanya-tanya. Amplop? Surat? Untuk siapa surat ini? Di masukkannya surat itu ke dalam kantong roknya.
----
“Gimana, Fik? Apa kata Fariz?” tanya Mels penasaran.

“Cailah asik dah nanyain… ehem. Katanya gak suka tapi….”

“Aaahh Fikaa. Udah deh cepet!” potong Mels yang kian penasaran.

“Katanya thanks.”

“Gitu aja?”  Fika mengangguk yakin. Mata Mels langsung berubah menjadi sayu. Ia bangkit dan meninggalkan Fika.

“Loh, mau kemana?” Fika menahan tangan Mels.

“Kantin,” jawabnya singkat. Tiba-tiba saja Fika mengingat surat yang dibuat Fariz entah untuk siapa, masih ada di saku roknya. Dibukanya perlahan surat tersebut.  Mata Fika terbelalak lebar. Ia tidak menyangka dengan apa yang baru saja ia baca.    

Pokoknya Mels gak boleh tau tentang ini! Gue gak tega untuk nyakitin hatinya dia. Batin Fika.


Dear Fika..
Sekarang udah saatnya lo tau, Fik. Orang yang gue maksud kemarin itu adalah elo. Elo orang yang gue suka selama ini. Dan maaf, kalo misalnya perkataan gue yang kemarin udah bikin temen lo Mels sakit hati, gue gak mau ngasih harepan ke dia yang nantinya bakalan bikin dia cuman sakit hati. Sekarang gue udah jujur sama perasaan gue ke elo. Gue cuman berharap kalo lo juga ngerasain hal yang sama ke gue.
Your friend.
Fariz.
 
Masterpiece © 2008 Dessy Amalya. Supported by Dessy Amalya