Sebuah Kata Maaf Saja Tidak Akan Cukup

Kulihat mata Danny sekarang benar-benar merah, bukan warna merah karena semata-mata ia ingin menangis. Tapi merah sebuah kemarahan, kemarahan yang cukup membuat kepalanya berapi-api.

Aku tidak sanggup melihat matanya itu. Aku sungguh takut!

“Apa namanya ini kalau bukan skandal, Aliya?” Danny melempar kumpulan foto yang ia pegang ke wajahku. “Mana kepercayaan yang selama ini aku berikan padamu? MANA??” suara Danny menggelegar seisi rumah yang kosong. Aku hanya bisa menunduk, benar-benar tidak berani untuk melihat kedua matanya yang terlihat sangat mengerikan itu. Aku hanya bisa meringguk dalam ketakutan.

Danny berjongkok dan mendekatkan wajahnya padaku. Aku semakin memejamkan mataku dengan erat. “Kalau aku sedang berbicara padamu, lihat mataku! Jangan hanya menunduk seperti ini!” Danny mengangkat daguku.

Mungkin Danny bisa melihat bibirku yang bergetar karena ketakutan. Tuhan, aku benar-benar tidak bisa melihat matanya, aku takut!

“Buka matamu, Aliya!” katanya lirih.

Bibirku semakin bergetar, mungkin bukan hanya bibirku saja yang bergetar, tapi juga tubuhku saat ini ikut bergetar. Dan kuberanikan diri untuk membuka kedua mataku. Saat mataku terbuka kembali aku mendapati mata Danny berkaca-kaca. Apa ia akan menangis?

Maafkan aku Danny. Maafkan aku! Aku hanya bisa berteriak dalam hati. Mata laki-laki itu kini akan menjatuhkan setitik air mata, dan aku tidak sanggup harus melihatnya!

Danny jatuh terduduk di atas lantai. Kepalanya menunduk dalam. Benar. Seakarang ia menangis, ia benar-benar menangis deras membasahi pipinya! Maafkan aku, Danny.

Aku melingkarkan kedua lenganku ke leher Danny. “Maafkan aku, Danny. Maafkan aku.” Aku benar-benar tidak bisa menahan air mataku yang kini jatuh membasahi baju Danny.

Kedua lengan Danny masih terkulai, ia tidak melingkarkan kedua lengannya ke tubuhku, ia tidak balas memelukku! Danny, aku benar-benar minta maaf. Mungkin kata maaf saja tidak cukup bagimu sekarang.

“Kau simpan di mana kepercayaan yang selama ini aku berikan padamu, Aliya? Ada apa dengan dirimu?” suara Danny terdengar serak. Tuhan! Sungguh aku tidak bermaksud membuatnya seperti ini.

“Maafkan aku, Danny.”

“Sebuah kata maaf saja tidak akan cukup, Aliya. Kau sudah membuat hatikku benar-benar sakit.”

Nafasku tercekat saat mendengar kata-kata itu. Benar, Danny. Mungkin sebuah kata maaf saja tidak akan cukup. Tuhan, sekarang aku benar-benar tidak tahu harus berbuat apa. Aku sudah merusak kepercayaan yang selama ini Danny berikan padaku. Tapi kenapa aku harus menyalahgunakannya? Aku juga tidak tahu, kenapa saku sampai bisa berbuat seperti itu.

Aku mengendurkan pelukanku, dan mendapati mata Danny menatap lurus. “Aku tahu, aku salah. Aku sudah bertindak bodoh, bahkan begitu sangat bodoh. Tapi demi Tuhan, Danny, aku benar-benar tidak bermaksud untuk menyakiti hatimu. Aku hanya ingin…”

Kata-kataku terpotong saat aku melihat Danny tertawa sinis. Ia menatap mataku tajam. “Lantas, kau bermaksud untuk apa kalau bukan untuk menyakiti hatiku? Kau hanya ingin apa? Hanya ingin balas dendam padaku karena aku pernah berjalan dengan wanita bawahanku itu?”

Aku tidak menajwab. Aku menundukkan kepalaku. Mungkin Danny dapat membaca pikiranku saat ini.

“Aliya… sungguh aku tidak mengerti dengan apa yang sudah terlintas di otakmu saat ini. Kau melakukannya hanya karena ingin balas dendam padaku? Kau sangat keterlaluan, Aliya!” Danny langsung bangkit dan pergi meninggalkanku.

BRAK!!

Tubuhku langsung bergidik saat mendengar pintu kamar dibanting oleh Danny. Aku benar-benar tidak tahu apa yang harus kuperbuat sekarang. Aku sudah menyakiti hati suamiku sendiri, aku sudah membuatnya marah!

Maafkan aku, Danny. Aku benar-benar khilaf dengan apa yang sudah aku lakukan. Aku minta maaf.
 
Masterpiece © 2008 Dessy Amalya. Supported by Dessy Amalya